“Education is the most powerful weapon which you can use to change the world.”

Thursday, February 28, 2013

Televisi : Meningkatkan Pengendalian Diri

"Television! Teacher, Mother, Secret Lover."  ~Homer Simpson

Setelah seharian bekerja, menonton TV merupakan salah satu relaksasi yang dapat kita lakukan, dan semua orang senang melakukannya.

Apakah hal itu adalah hal yang salah? Ataukah kita harus menggunakan waktu luang kita untuk melakukan hal yang lebih kreatif dan lebih menantang, seperti mengikuti kelas yoga atau belajar bermain alat musik?

Sebuah penelitian terbaru, menunjukkan bahwa ternyata TV, yang dianggap lebih banyak memberi efek negatif kepada manusia daripada efek positif, akhirnya menunjukkan bahwa ternyata TV bisa berpengaruh positif pada psikologis manusia. (Derrick, 2012)

Sense of Belonging
Masalah terbesar dari hari-hari yang stress, setelah bekerja, adalah pengendalian diri manusia yang diuji. Mungkin saja, Anda yang mempunyai rencana untuk melakukan sesuatu yang baik dan berguna pada malam hari akan gagal melakukannya karena pengendalian diri yang telah habis dikarenakan hari yang panjang dan melelahkan.

Salah satu cara untuk memperkuat kembali rasa pengendalian diri kita adalah melakukan kontak dengan dunia luar yang telah familiar dan akrab bagi kita.
Orang yang kita kenal dengan baik dapat memberikan rasa memiliki pada diri kita, memberikan energi, dan meningkatkan suasana hati kita.

Penelitian menunjukkan bahwa orang-orang yang ada di layar kaca, memerankan karakter-karakter yang familiar dalam kehidupan kita sehari-hari, dapat memberikan rasa itu juga.

Dimana Anda Mengetahui Nama Semua Orang
Ketika Jaye Derrick dari Universitas Buffalo melakukan penelitian ini, dia menemukan bahwa ketika rasa pengendalian diri individu sudah berkurang, mereka akan mencarinya melalui tokoh-tokoh fiksional di dalam televisi.

Tidak hanya itu, tokoh-tokoh fiksi ini juga memiliki efek yang positif. Dari percobaannya, menunjukkan bahwa para partisipan yang telah menonton TV dapat menyelesaikan puzzle rumit yang membutuhkan pengendalian diri yang kuat lebih baik daripada partisipan yang tidak menonton TV sebelumnya.

Penelitian kedua menunjukkan bahwa hal ini dapat terjadi bukan karena menonton acara-acara lama dari TV, tetapi dunia fiksi yang lebih familiar dengan kehidupan modern saat ini.

Penelitian ini dilakukan bukan untuk mengajak Anda menjauhi lingkungan sosial dan teman Anda dengan menonton TV, tetapi hanya memberikan sebuah nilai plus kepada TV yang selama ini lebih dipandang negatif.
Bukankah lebih baik jika Anda dapat berinteraksi langsung dengan teman-teman Anda?



Read More

Wednesday, February 27, 2013

Kebiasaan : Berapa Lama untuk Membentuknya?


Berapa Banyak Waktu yang Dibutuhkan Untuk Membentuk Suatu Kebiasaan?

Andaikan Anda ingin membentuk suatu kebiasaan, misalnya rajin berolahraga, pola makan yang lebih sehat, atau menulis blog setiap hari, berapa lama yang Anda butuhkan sehingga hal itu menjadi sebuah "kebiasaan" dan bukan karena self-control ?

Tentu saja itu tergantung kepada jenis kebiasaan yang ingin Anda bentuk dan bagaimana komitmen Anda dalam membentuk kebiasaan itu. Tetapi sesungguhnya adakah sebuah acuan yang dapat menunjukkan sebenarnya berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membentuk sebuah kebiasaan yang secara otomatis akan kita lakukan tanpa adanya dorongan?

Tanyakan kepada Google mengenai hal ini, dan Anda akan mendapat jawaban antara 21 sampai 28 hari. Faktanya, belum ada bukti yang solid dan valid mengenai angka-angka ini. Mitos 21 hari ini mungkin didapatkan dari sebuah buku yang diterbitkan pada tahun 1960 oleh seorang ahli operasi plastik. Dr Maxwell Maltz menyadari bahwa seorang pasien amputasi membutuhkan waktu, rata-rata, 21 hari untuk membiasakan diri dengan kakinya yang diamputasi dan dia berargumen bahwa manusia membutuhkan waktu 21 hari untuk beradaptasi dengan perubahan-perubahan besar dalam hidup mereka.

Jika Anda bukan seseorang yang terbiasa untuk menggergaji tangan Anda, angka ini tidaklah relevan.

Melakukannya Tanpa Berpikir
Namun, banyak percobaan psikologis yang dilakukan untuk mencari jawaban dari hal ini, contohnya yang baru saja dipublikasi : European Journal of Social Psychology. Phillipa Lally dan kolega-koleganya dari Universitas London merekrut 96 orang yang tertarik untuk memiliki kebiasaan baru, seperti mengonsumsi buah-buahan 15 menit sebelum makan siang atau melakukan lari pagi 15 menit setiap hari, dan lain-lain (Lally et al. -2009). Para partisipan kemudian ditanyakan bagaimana kebiasaan yang mereka coba bentuk itu, mereka rasakan setiap harinya. Pertanyaan ini meliputi apakah kebiasaan itu sulit dilakukan dan apakah kebiasaan itu dapat dilakukan dengan otomatis.

Ketika pemeriksa memeriksa kebiasaan-kebiasaan dari para partisipan yang berbeda itu, mereka mendapati bahwa adanya hubungan yang menghasilkan hubungan melengkung (kurva) antara latihan dengan kebiasaan yang mulai dapat dilakukan dengan otomatis, dan hasil penelitian mereka mendapatkan bahwa rata-rata para partisipan dapat membentuk kebiasaan mereka itu dalam waktu 66 hari.

Grafik ini menunjukkan, pada awalnya, latihan memberikan peningkatan yang pesat dalam membentuk suatu kebiasaan dan mencapai titik maksimum ketika para partisipan sudah berhasil menjadikannya sebagai suatu kebiasaan.
Walaupun, rata-rata membutuhkan waktu 66 hari, ditandai juga variasi waktu yang dibutuhkan dalam membentuk beberapa kebiasaan yang berbeda. Seperti yang dapat Anda lihat pada grafik, kebiasaan meminum air lebih cepat dibentuk daripada melakukan sit-up 50 kali. Para peneliti juga mencatat dan menyimpulkan bahwa:
- Tidak melakukannya satu hari atau beberapa hari, tidak menghilangkan peluang dalam membentuk suatu kebiasaan.
- Ada beberapa kelompok orang yang sulit dalam membentuk kebiasaan atau tidak bisa membentuknya sama sekali. (habit-resistant)
- Kebiasaan-kebiasaan lain mungkin memerlukan waktu yang lebih lama lagi.

Apa yang ingin penelitian ini sampaikan adalah ketika kita ingin membentuk suatu kebiasaan yang simpel, misalnya mengonsumsi buah sebelum makan siang atau lari pagi selama 15menit setiap hari, memerlukan waktu hingga 2 bulan untuk mengubah sebuah perilaku menjadi suatu kebiasaan. Dan, penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak mengulang kegiatan (read- latihan) tersebut dalam satu atau beberapa hari tidak menutup peluang dalam membentuk kebiasaan, hanya saja pengulangan kegiatan yang dilakukan di awal-awal latihanlah yang memberikan banyak peningkatan kesempatan dalam membentuk kebiasaan.

Jadi, membentuk suatu kebiasaan dalam 21 hari tidak sepenuhnya benar, dan mungkin hanya dapat terjadi apabila kebiasaan yang ingin kalian bentuk sesimpel meminum beberapa gelas air.




Read More

Tuesday, February 26, 2013

Apakah Menjadi Bahagia Adalah Hal yang Selalu Baik?

Is Happier Always Better? 
Socially Yes, Financially No.

Semua orang selalu mengidam-idamkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kebahagiaan telah menjadi salah satu tujuan hidup kita semua. Namun, apakah merasa bahagia itu selalu berakibat positif dalam seluruh aspek kehidupan kita? 
Sesungguhnya, kebahagiaan itu lebih kompleks dari yang telah ada di pikiran kita selama ini. Kebahagiaan tidak sebatas kepada penghasilan yang baik, kehidupan rumah tangga yang baik, dan segala sesuatu yang baik. (Diener & Oishi, 2006)
Sebagai contohnya, ketika kita kurang merasa puas dengan pekerjaan kita saat ini, perasaan tidak puas itu mungkin saja dapat memotivasi kita dalam mendapat pekerjaan yang lebih baik. Orang yang merasa puas dan bahagia dengan pekerjaan mereka memiliki peluang yang lebih kecil untuk berusaha keras mendapat perubahan yang signifikan dalam kehidupan mereka.

Lalu, apakah titik maksimum dari kebahagiaan itu?
Jawaban itu mungkin saja dapat terjawab dari penelitian terbaru oleh Oishi, Diener and Diener (2007) yang telah menganalisis banyak data. Ribuan orang dari seluruh dunia menjawab kuesioner mereka tentang kebahagiaan mereka, pendapatan mereka, dan hubungan mereka dengan orang lain.

Dari hasil penelitian mereka menunjukkan dua kesimpulan yang menarik tentang kebahagiaan :
1. Kebahagiaan dan Pendapatan
Keseluruhan penelitian mereka menunjukkan bahwa pendapatan yang tinggi dan didukung dengan pendidikan yang tinggi diasosiasikan dengan tingkat kebahagiaan yang tinggi pula. Namun, penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa ketika kebahagiaan dengan nilai yang sangat tinggi telah dicapai, angka pendapatan dan kemauan melanjutkan pendidikan malah mulai menurun.
2. Kebahagiaan dan Hubungan dengan Sesama 
Hasil penelitian yang berbeda dihasilkan dari penelitian tentang hubungan kebahagiaan dan hubungan dengan sesama. Nilai kebahagiaan yang tinggi menghasilkan nilai hubungan sosial yang tinggi pula. Hasil studi menunjukkan bahwa para responden penelitian yang memiliki nilai yang tinggi pada kebahagiaan mereka, mempunyai nilai yang tinggi pula dengan hubungan sosial mereka.

Apa yang ingin saya tunjukkan dari hasil penelitiaan ini adalah beberapa efek yang dapat dimunculkan karena perasaan bahagia. Ini juga menantang pendapat orang yang selalu beranggapan bahwa semakin kita merasa bahagia, maka akan semakin baik.
Hal ini sesungguhnya tergantung kepada pribadi masing-masing.

Bagaimana kamu akan merasa lebih baik sangat berbeda dengan perasaan bahagia. Ada yang merasa hidup akan lebih baik dengan penghasilan yang banyak, dan ada pula yang merasa hidup akan lebih baik jika memiliki kehidupan sosial yang baik.

Jadi, bagaimana pula dengan Anda?




Read More

Monday, February 25, 2013

Arti dari Sebuah Kehidupan


Hidup adalah ........
Mungkin banyak di antara kita yang masih berusaha mencari tahu kata yang paling tepat untuk mengisi kalimat di atas. Apakah sesungguhnya arti dari sebuah kehidupan?

Tahukah kamu bahwa arti dari hidup ini sangat mutlak dan jawabannya dapat dilihat dengan nyata? Arti dari hidupmu sesungguhnya sesuai dengan hal bermakna apa yang telah kamu lakukan, selama kamu menjalaninya. 
Lalu, pertanyaan yang terngiang tadi berubah menjadi: Apa yang menurut manusia telah memberi arti dalam hidup mereka? Jawaban dari pertanyaan ini tidak sulit untuk dicari tahu dan para peneliti psikolog telah melakukan penelitian ini.

Menurut penelitian yang dilakukan Baumeister and Vohs (2002), ada empat faktor yang membuat hidup manusia berarti :

1. Tujuan Hidup
Ketika manusia telah menemukan tujuan hidupnya, dia akan merasa hidupnya lebih berarti. Tujuan hidup ini misalnya hidup berkeluarga dan bahagia selamanya, dapat bekerja di dalam bidang pekerjaan yang dia nikmati, dan sebagainya. Walaupun terkadang tujuan hidup manusia itu sulit dicapai, namun manusia memerlukan suatu tujuan hidup agar hidupnya dapat berarti.
2. Nilai
Manusia memerlukan sebuah nilai moral untuk mengetahui mana yang salah dan mana yang benar. Nilai-nilai ini dapat datang dari mana saja, contohnya dari agama, filosofi hidup, dan sebagainya.
3. Kekuasaan
Manusia ingin membuat perubahaan dan memiliki kuasa atas lingkungan mereka. Tanpa kekuasaan itu, arti dari kehidupan manusia akan berkurang.
4. Harga Diri 
Kita semua ingin merasa bahwa kita baik dan layak bagi orang lain. Kita dapat melakukannya sendiri atau melakukannya dengan tujuan yang mulia. Apa pun caranya, kita perlu untuk dapat melihat diri kita sendiri di suatu posisi yang positif.

Peringatan :
-Keempat faktor tadi bukanlah faktor yang mudah dipenuhi, namun tidak mustahil dalam memenuhinya.
-Kehidupan yang berarti itu dapat berarti sebuah kehidupan yang bahagia, tetapi mungkin saja kehidupan yang bahagia belum cukup diartikan sebagai hidup yang berarti.

Jadi, apa arti yang kamu berikan untuk hidupmu?


Read More

Saturday, February 23, 2013

Ujian Pilihan Berganda : Kenyataannya

Apakah strategi terbaik dalam mengikuti ujian Pilihan Berganda?

Sebagai mahasiswa dan siswa (sebelumnya), kita sering dihadapkan pada ujian-ujian yang bertipe Pilihan Berganda. Lalu, banyak yang sering mengatakan bahwa ketika kita ragu akan jawaban mana yang benar di antara pilihan-pilihan itu, pilihlah jawaban pertama yang muncul di otakmu.

Namun, sebuah penelitian yang dilakukan Benjamin et al., 1984 selama lebih dari 70 tahun, menunjukkan bahwa pada umumnya, nilai partisipan ujian yang mengubah jawaban mereka dari jawaban pertama mereka mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak.

Penelitian demi penelitian menunjukkan bahwa ketika kamu mengganti jawaban pertama kamu, peluang kamu mengganti jawaban yang salah menjadi sebuah jawaban yang benar lebih besar daripada peluang mengganti jawaban yang benar ke jawaban yang salah.

Lalu, mengapa masih banyak orang (termasuk beberapa ahli yang menguji dengan tes Pilihan Berganda dan seharusnya tahu mengenai hal ini) masih sering berseru bahwa kita harus yakin pada jawaban yang kita jawab pertama kali?
Menurut Kruger et al. (2005), hal ini dikarenakan kita akan merasa sakit hati dan kecewa yang lebih besar ketika kita menyadari bahwa kita telah mengganti jawaban yang benar menjadi salah daripada kita tidak mengganti jawaban yang salah menjadi benar.

Jadi, kita lebih mengingat jawaban benar yang telah kita ganti menjadi salah, dan ketika kita mengambil ujian selanjutnya, kita akan menjadi takut dalam mengganti jawaban kita karena rasa kecewa yang besar dan kita akan meyakini diri sendiri bahwa jawaban pertama yang kita jawab sudah benar. (walaupun belum tentu benar)



Read More

Friday, February 22, 2013

Karena Mata Tidak Pernah Berbohong

Dilatasi dan konstriksi pupil mata mengungkapkan seberapa keras kita berpikir, betapa gembiranya kita, betapa muaknya kita terhadap sesuatu, dan sebagainya

Pupil mata, bagian dari mata kita yang berwarna hitam yang berperan dalam menerima cahaya yang masuk ke dalam mata, tidak hanya membantu kita dalam melihat, tetapi juga menunjukkan apa yang ada di dalam pikiran kita.

Berikut adalah 5 hasil percobaan psikologi yang menunjukkan bagaimana perubahan ukuran dan bentuk dari pupil mata menunjukkan banyak aspek pikiran manusia.

1. Saya sedang berpikir keras
Perhatikan pupil mata saya dan  tanyakan kepada saya siapakah Bapak Psikoanalisis, dan kamu tidak akan melihat adanya perubahan ukuran yang terjadi pada pupil mata saya. Nama Sigmund Freud akan dengan mudah saya sebutkan sebagai jawabannya.

Namun, tanyakan kepada saya mengenai hukum Weber atau hukum-hukum rumit di pelajaran Fisika dahulu dan perhatikan pupil mata saya akan melebar.

Hal ini terjadi karena penelitian menunjukkan bahwa, semakin keras otak kita bekerja, semakin melebar pula pupil mata kita. Ketika Hess and Polt (1964) memberikan tugas-tugas sulit yang memeras otak kepada para partisipan penelitian mereka, pupil mata mereka semakin melebar.

2. Otak saya kepenuhan.
Tetap perhatikan mata saya dan kamu akan mendapatkan bahwa pupil mata saya akan semakin mengecil ketika saya berusaha menjelaskan tentang hukum Weber.

Penelitian yang dilakukan Poock (1973) menunjukkan bahwa pupil mata partisipan penelitiannya akan mengecil ketika pikiran mereka dimasukkan berbagai informasi yang membuat otak mereka kepenuhan hingga 125%

3. Otak saya rusak
Para dokter sering menyalakan senter dan mengarahkannya ke pupil mata pasien untuk mengecek apakah otak pasien bekerja dengan baik atau tidak. Hal ini dilakukan dengan memperhatikan pupil mata mereka. Pupil mata dengan otak yang sehat akan berbentuk bulat, seimbang, dan reaktif terhadap cahaya.

4. Sesuatu menarik perhatian saya
Perubahan bentuk pupil mata juga dapat menunjukkan apakah seseorang tertarik terhadap hal yang kamu katakan atau tidak.

White dan Maltzman (1977) melakukan penelitian ini dengan memperdengarkan tiga buah rekaman yang bersifat erotis, horor, dan netral kepada para partisipan percobaan.

Pupil mata mereka melebar ketika mendengar ketiga rekaman itu. Akan tetapi, pupil mereka tetap melebar dan semakin melebar ketika mereka mendengar rekaman yang bersifat erotis atau horor.

5. Sesuatu membuat saya merasa jijik
Ketika, sesuatu hal menarik perhatian saya dan pupil mata saya melebar, maka ketika sesuatu menjijikan bagi saya, pupil mata saya akan menyempit.

Hess (1972) menunjukkan sejumlah foto mayat kepada para partisipan penelitiannya. Mula-mula, pupil mata mereka melebar karena syok melihat foto-foto tersebut. Akan tetapi, hal itu tidak berlangsung lama karena beberapa detik kemudian pupil mata mereka menyempit dan mereka enggan melihat foto-foto tersebut lagi.

Terlalu kecil hingga sulit diperhatikan? 
Seperti yang kamu sadari setelah membaca beberapa reaksi pupil mata yang sama untuk meresponi keadaan-keadaan yang berbeda, walaupun umumnya pupil mata kita akan melebar ketika memberi respon positif dan menyempit ketika memberi respon negatif. Tetapi sebenarnya hal ini sangat bergantung pada keadaan. (salah satunya kuat tidaknya intensitas cahaya)

Beberapa hasil penelitian ini memanglah sangat menarik untuk dipelajari, namun apakah benar kita dapat mendeteksi perubahan yang sangat kecil pada pupil mata seseorang?

Menurut penelitian dengan menggunakan fMRI, perubahan pada pupil mata seseorang sangat sulit untuk kita ketahui, tetapi secara tidak sadar, kita mungkin telah menyadari perubahan itu. (Demos et al., 2008).

Jadi, perubahan pada pupil mata mungkin dapat disebabkan karena suatu kejadian, termasuk signal verbal maupun non-verbal, seperti insting untuk mendekati seseorang ataukah berlari secepat mungkin ketika berjumpa dengan orang tersebut.

Satu hal yang pasti bahwa pupil mata adalah jendela menuju alam pikiran.



Regards,


Read More

Thursday, February 21, 2013

Mengapa Learning by Sharing?

Learning by Sharing
Tiga kata yang pop up di otakku ketika saya dan teman-teman diminta membuat blog untuk mata kuliah Psikologi Pendidikan di Semester kedua ini.
Terbenak di pikiran saya, mungkin belajar dengan berbagi adalah salah satu hal yang ingin Ibu Dosen mata kuliah Paperless ini ajarkan kepada kita.


Seperti yang kita ketahui, saat ini kecanggihan teknologi sudah mendukung berbagai metode pembelajaran yang mungkin akan membuat kita tercengang. Thank God, kita punya internet yang memungkinkan kita untuk keep up with everything. Akan tetapi, pernahkah terlintas di benak teman-teman, bagaimana jika tidak ada orang yang berbagi ilmu pengetahuannya kepada kita melalui internet? Lalu, apa gunanya internet tanpa ada pengetahuan yang dibagikan? Apa yang akan kita dapat dari Mr. Google jika tidak ada satu orang pun di dunia ini yang mau berbagi kepada orang lain tentang pengetahuan yang ada padanya? Inilah seruan kepada kita semua agar kita mau belajar dengan berbagi kepada orang lain. Dengan ini, kita dapat saling berbagi ilmu, memperbaiki pengetahuan dan pola pikir yang salah karena saran orang lain, dan membekali diri agar menjadi individu yang well-prepared sebelum terjun ke masyarakat.

Manusia adalah makhluk yang tidak akan dapat hidup sendiri. Manusia adalah makhluk yang penuh kekurangan, yang memerlukan bantuan orang lain untuk memenuhi kekurangannya, termasuk dalam belajar.

Mungkin atas dasar itulah, saya akhirnya membuat blog ini. Saya ingin belajar dengan berbagi dengan teman-teman lain. Terima kasih kepada para dosen mata kuliah Psikologi Pendidikan yang telah menginspirasi saya. Karena saya yakin, ini adalah sebuah langkah awal untuk belajar lebih 
banyak lagi.


Well then, sit still and enjoy.

Read More
Powered by Blogger.

© 2011 Learning by Sharing, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena